Manusia akan memberikan apresiasi yang baik kepada harta, jabatan, kecantikan, popularitas. Manusia juga akan memberikan penghargaan kepada usaha yang maju. Sebaliknya manusia tidak tertarik dengan kondisi kesengsaraan, kemalangan, kejatuhan.
Dunia mengelu-elukan kemewahan.
Jika sekiranya manusia disuruh memilih antara menjadi orang kaya dan miskin, kebanyakan manusia memilih kaya. Jika manusia diminta memilih antara usahanya maju atau bangkrut tentu manusia memilih usanyanya maju. Jika manusia diminta memilih untuk bekerja atau diputus hubungan kerja (PHK) manusia tentu akan memilih terus bekerja. Jika manusia diminta memilih mobil atau sepeda motor, maka manusia akan memilih mobil.
Singkat kata, manusia akan cenderung memilih kemudahan, kelapangan, kecukupan. Sebaliknya, manusia akan berusaha sekuat tenaga menghindari kesempitan, sesulitan, kekurangan.
Tetapi kenyataannya, hidup manusia itu tidak selamanya berjalan lurus. Ada sebagian orang ditakdirkan Allah menghadapi berbagai cobaan. Cobaan yang dirasakan itu memaksa seseorang berubah dari kondisi kelapangan kepada kesempitan, kemudahan kepada kesulitan, kecukupan kepada kekurangan. Memang, dunia hakikatnya adalah tempat cobaan.
Allah SWT telah memperingatkan dalam Al-Qur'an, bahwa:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216).
Yang perlu diingat adalah, jika Allah menakdirkan kesempitan, kesulitan, kekurangan bukan berarti kemudian Allah pasti murka kepada hamba-Nya itu. Demikian juga sebaliknya, jika Allah memberi kemudahan, kelapangan, kecukupan bukan berarti Allah pasti sayang kepada hamba-Nya itu. Allah-lah yang lebih tahu tentang hamba-hamba-Nya. Pada kondisi yang pertama, boleh jadi Allah tidak menginginkan hamba-Nya terjatuh kepada perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah atau maksiat disengaja ataupun tidak disengaja, karena itu Allah memberikan kesempitan, kesulitan, kekurangan. Kondisi ini adalah bentuk sayang Allah kepada hamba-Nya. Pada kondisi yang kedua, boleh jadi Allah juga sayang kepada hamba-Nya, tetapi boleh jadi juga Allah tidak sayang bahkan benci meskpiun diberi kelapangan, kemudahan, kecukupan.
Dalam ayat di atas, Allah membuat perumpamaan dengan perang. Perang adalah suatu kondisi yang sulit. Tetapi perang bisa mengantarkan seorang hamba-Nya ke syurga.
Dengan menjiwai ini, diharapkan seseorang hamba senantiasa sadar akan kehendak Allah yang mengatasi kehendak manusia. Sehingga tidak berlebih-lebihan atau bersikap ekstrim di dalam memandang dua kutub keadaan di atas. Seorang hamba, dengan menjiwai ini, juga bisa senantiasa waspada. Terlalu senang kepada sesuatu bisa menjadi ketidakbaikan di akhirnya, terlalu benci kepada sesuatu ternyata menjadi kebaikan di akhirnya. Umar bin Khattab RA pernah berkata bahwa hampir tidak menjadi soal baginya apakah dia berada dalam kesusahan atau kelapangan, sebab ia tak tahu letak kebaikan apakah di dalam kesusahan atau kelapangan.
No comments:
Post a Comment