Seberapa batasan-batasan antara tawakkal dan usaha? Seseorang yang mencari rizki Allah dengan membuka usaha tidak menutup kemungkinan akan berhasil ataupun menemui kegagalan di tengah jalan. Apapun bidang usaha yang hendak didirikan haruslah mengikutkan unsur tawakkal dan usaha. Misalnya, seseorang mau menjalankan usaha membuka restoran. Segala persiapan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya menyangkut apapun yang berkaitan dengan hal itu, mulai pemilihan lokasi usaha, bangunan tempat usaha, kekhasan masakannya, pemilihan karyawan-karyawannya, kualitas bahan-bahan masakannya, melakukan kajian bahkan pengintaian terhadap pesaing-pesaingnya yang menggeluti bisnis yang sama dengannya, perencanaan pemasarannya, program-program promosi yang akan diberikan kepada calon konsumen untuk menggencarkan pemasarannya, dan berbagai macam hal lain. Itu semua adalah usaha-usaha yang dilakukan, dan usaha itu membutuhkan pengerahan tenaga dan pikiran semaksimal mungkin. Ada kalanya kurang tidur berhari-hari dengan badan terasa capek luar biasa. Bahwa ia telah memeras pikiran dan tenaga berhari-hari bahkan berbulan-bulan dengan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Dengan dilandasi semangat yang menyala-nyala dengan disertai optimisme ia mendirikan usaha restoran itu.
Akhirnya tiba waktunya restoran miliknya siap dibuka di hari pertama, launching. Ada potong tumpeng dan iringan do’a. Hari itu resmi restoran dibuka. Apakah di dalam perjalanan selanjutnya restoran akan ramai pengunjung seperti yang diharapkannya, maka pada titik inilah diperlukan sikap tawakkal. Dengan tawakkal ia meyakini bahwa Allah akan memberikan rizki kepadanya setelah berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras. Dengan tawakkal ia percaya bahwa Allah akan “memelihara” kelangsungan bisnisnya. Dengan tawakkal ia meyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kerja keras itu.
Jika ia berjaya dengan usahanya itu ia mendapat keuntungan di dunia dan akhirat karena sikap tawakkalnya.
“Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran: 148).
Jika ia menemui kegagalan, ia masih akan mendapatkan keuntungan di akhirat karena memasrahkan segalanya kepada Allah. Bahwa segala rizki berada di tangan Allah. Karena itu kegagalan itu bukan menjadi akhir segalanya. Tampak bahwa Allah belum menghendaki turunnya rizki melalui membuka usaha restoran, sehingga optimisme itu tetap hidup betapapun kecilnya.
Tawakkal tanpa disertai usaha-usaha yang semaksimal mungkin dapat menghambat bahkan membatalkan kesuksesan yang seharusnya didapat. Tetapi usaha dan kerja keras yang dilakukan tanpa disertai tawakkal kepada Allah bisa mengakibatkan “berlepas-tangannya” Allah meskipun mengalami keberhasilan. Lebih-lebih jika mengalami kegagalan. Penting sekali mengingat bahwa mencari rizki adalah aktivitas yang mempunyai nilai ibadah karena hal itu adalah perintah Allah. Sikap tawakkal kepada Allah merupakan pengakuan bahwa Allah-lah yang memberi kekuatan dan sekaligus membimbingnya kepada keberhasilan yang diidam-idamkannya.
No comments:
Post a Comment